Kamis, 28 Januari 2021

Keraton Kaibon, Keraton Bersejarah yang Terlupakan


Keraton Kaibon Tahun 1920. Sumber gambar: Wikipedia

Dari data Dinas Sosial, Kecamatan Kasemen bisa dibilang merupakan kantongnya kemiskinan Kota Serang. Banyak warga yang tergolong miskin, pendidikan kurang, gizi buruk, TBC dan masih banyak yang mempunyai Rumah Tidak layak Huni (RTLH). Padahal, di sini terdapat kawasan wisata ziarah Kesultanan Banten Lama yang banyak dikunjungi wisatawan.

Baca: Kecamatan Kasemen, Kantong Kemiskinan Kota Serang


Kali ini, saya akan membahas sebuah tempat bersejarah di Kasemen, yaitu Keraton Kaibon. Jangan bandingkan dengan keraton yang ada di Yogyakarta atau Solo, ya. Karena berbeda, tidak ada raja atau ratu di sana. Bangunannya juga sudah tidak utuh. Tinggal sisa puing-puingnya saja.


Kerjasama dengan Laz Harfa


Perjalanan saya mengunjungi Keraton Kaibon untuk pertamakalinya adalah saat ada program Berbagi Makanan Sehat untuk Anak-Anak Dhuafa pada bulan Desember 2020 kemarin. Waktu itu saya, sebagai ketua Kampung Dongeng Serang mendapat sebuah pesan WhatsApp dari seseorang yang memperkenalkan diri bernama Kak Zahidah, pengurus Laz Harfa Banten. Beliau mengajak untuk bertemu dan membahas kerjasama dengan Kampung Dongeng Serang. 

Dari pertemuan tersebut, ternyata Laz Harfa mengajak Kampung Dongeng Serang untuk mengisi acara kegiatan mendongeng dan kreativitas, dan setelah itu mereka anak membagikan makanan bergizi untuk anak-anak di sekitar lingkungan Keraton Kaibon. Tepatnya di Desa Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. 

Laz Harfa sendiri adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Kantornya berpusat di Kota Serang dan ruang geraknya berada di wilayah Banten. Mereka mengumpulkan donasi untuk program kemanusiaan, salah satunya adalah program Berbagi Bahagia di Minggu Ceria Batch 2 ini. Program ini memberikan makanan untuk anak-anak dhuafa sekaligus ada edukasinya.


Kegiatan Santunan untuk Anak Dhuafa

Untuk mendapatkan paket makanan tersebut, Laz Harfa membuka donasi. Sekitar 60 paket makanan kotak akan dibagikan. Isinya pun tak tanggung-tanggung, benar-benar sangat bergizi. Nasi, sayur, lauk, buah, dan susu. Program tersebut sudah beberapa kali berjalan. Mereka menggandeng komunitas lain seperti Teras Baca Jawara, Moli (Motor Literasi), dan Green Generation Banten.

Tentu saja saya sangat antusias. Masa pandemi membuat kegiatan di Kampung Dongeng ikut hibernasi. Mendengar kegiatan di Keraton Kaibon, saya juga semangat, karena belum pernah sekali pun mengunjungi tempat peninggalan bersejarah tersebut. Sempat penasaran, dong, kenapa acaranya diadakan  di sana? Saya pikir karena di sana adalah tempat wisata, jadi banyak yang berkumpul. Ternyata jawaban dari Kak Zahidah di luar dugaan. Menurutnya, perkampungan di daerah sekitar Kaibon sangat miskin, pendidikannya sangat rendah dan banyak anak-anak yang terkena gizi buruk.


Hari-H yang Hampir Gagal

Hari yang ditentukan tiba. Kami berangkat, rombongan dua mobil menuju tempat acara. Acara ini kami jadikan aji mumpung sekalian jalan-jalan ke tempat Wisata Banten Lama bersama teman-teman Kampung Dongeng Serang. Hehe ... sah-sah saja, kan? 




Saat itu sore hari, kami berangkat pukul setengah tiga dari sekretariat. Perjalanan sekitar 30 menit. Tak ada satu pun dari kami yang pernah ke Keraton Kaibon. Kalau ke Banten Lama yang terdapat Keraton Surosowan, kami sering. Kak Zahidah juga tak bisa dihubungi karena sedang dalam perjalanan. Jadilah kami tersesat. Aplikasi Google Map pun tak banyak membantu. Akhirnya, kami sempatkan dulu salat di masjid terdekat. Setelah tanya sana-sini, dan putar-putar, akhirnya kami sampai. Benar saja, ternyata terlewat. Keraton Kaibon masih di jalan raya Serang-Kasemen. Sebelum belokan ke Wisata Banten Lama. 

Ternyata, bukan telat yang harus kami khawatirkan. Hujan turun ketika kami tiba di lokasi. Anak-anak yang sudah berkumpul menunggu pengisi acara yang datang terlambat, langsung bubar ke rumah masing-masing. Sayangnya tak ada tempat berteduh di sana.


Kami menunggu hampir tiga puluh menit. Hujan mulai reda. Tak membuang waktu, kami langsung masuk ke lokasi Keraton Kaibon. Di pintu gerbang kami diperiksa untuk memakai masker dan cek suhu tubuh oleh penjaga. Lalu kami menaiki tangga bangunan utama yang seperti masjid. Teman-teman dari Motor Literasi dan Teras Baca Jawara langsung memasang spanduk dan menggelar buku bacaan untuk anak-anak. Box nasi makanan diangkut dan diamankan ke dalam celah di bagian bangunan seperti mimbar. Di bawah hujan rintik-rintik kami setia menunggu, berharap anak-anak akan datang dan berkumpul lagi.

Namun, kami harus kecewa, karena hanya beberapa anak yang datang. Sambil menunggu, saya pun berfoto ria di Keraton Kaibon yang hanya tinggal pilar, dinding bata dan gerbang. Tampak beberapa pasangan muda-mudi yang mengunjungi lokasi tersebut, juga untuk ber-selfie.

Sambil menunggu itulah, baru saya memperhatikan sekeliling. Keraton ini sangat artistik dan indah. Sekelilingnya di bangun pagar pembatas dengan gerbang khas gapura Kaibon, yang bertumpuk lima, melambangkan salat lima waktu, Gapura ini  selalu ditemui di tempat bersejarah Banten atau di bangunan pendidikan, pemerintahan, atau perkantoran sebagai gerbang utamanya. Terdapat pula parit di sekeliling, yang konon untuk penghubung menuju keraton Surosowan lewat jalur kali Cibanten.



Gapura Kaibon

Keraton Kaibon merupakan bangunan cagar budaya yang dikelola oleh pemerintah provinsi Banten. Sisa peninggalan bangunan ini masih tampak bangunannya dibanding Keraton Surosowan yang berada di wisata Banten Lama, tinggal bata pondasinya saja.

Menurut cerita Kak Zahidah, sebelum dikelola oleh pemerintah, lokasi ini sering dijadikan (maaf) tempat buang hajat masyarakat sekitar.

Aksi di depan anak

Sedikit kecewa, setelah lama menunggu, saya pun tidak menganggurkan beberapa anak yang datang. Ditemani boneka monyet si Kemon, saya beraksi dan sukses membuat anak-anak tertawa. Aksi saya ini juga dibuat agar orang-orang disekitar tertarik dan datang.

Entah, anak-anak tertarik dengan cerita atau bonekanya, saya tak peduli. Waktu yang hampir sore, jauh-jauh datang dengan persiapan yang sudah disusun jauh-jauh hari, tentunya tak boleh dilewatkan. Pendongeng harus siap di segala kondisi.


Sejarah Keraton Kaibon



Berdasarkan plang tulisan sejarah Keraton Kaibon yang ada di sana, saya mendapatkan sedikit informasi tentang bangunan bersejarah ini.

Keraton Kaibon yang terletak di Link. Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kasemen, Serang, merupakan kediaman yang didirikan zaman pemerintahan Sultan Syafiudin. Sultan Banten ini memerintah dari tahun 1809-1815. Nama Kaibon bersal dari kata "ka-ibu-an" yakni tempat tinggal yang diperuntukan bagi Ibunda Sultan Syafiudin. Karena waktu Sultan ini menjabat, usianya masih kecil, sehingga untuk sementara, ibunya terlebih dahulu yang memerintah dan berkuasa. 

Keraton Kaibon memiliki arsitektur pintu gerbang berbentuk Bantar (ambang terbuka) dan Paduraksa (gerbang tertutup).  Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda tahun 1832 oleh Belanda, dan sekarang hanya menyisakan pondasi dan reruntuhan bangunan.

Akhirnya, saya googling juga. Ternyata bangunan Kesultanan di Banten dihancurkan oleh Belanda, karena Sultan menolak melanjutkan pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan.

Ya, mungkin karena letak Keraton Kaibon yang berpisah dengan kawasan Banten Lama, banyak orang yang melewatkan tempat ini. Padahal, tempat ini juga mempunyai arti dan sejarah yang bagus. Bangunannya pun masih agak utuh.


Jangan Lupakan Kami, ya



Kakak-kakak kece dari Laz Harfa, Green Geeration dan Teras Baca Jawara akhirnya tak tega melihat saya dan anak-anak diterpa rintik gerimis yang lama-lama bisa basah kuyup semuanya.



Akhirnya, kami sepakat untuk pindah lokasi. Kami memutuskan untuk acara kegiatan di masjid yang ada di perkampungan sekitar. Sambil berjalan arak-arakan bersama anak-anak yang semakin lama semakin banyak, kami menuju masjid kampung.  Dengan mata kepala saya sendiri, saya memang menyaksikan banyak rumah-rumah warga yang seukuran petak kecil terbuat dari kayu. Anak-anak terlihat berpakaian lusuh, namun tetap ceria.


Acara pun berjalan lancar. Setelah dongeng, lanjut kreativitas membuat boneka dari lap handuk. Lumayan lah, handuknya nanti bisa dipakai buat bersih-bersih atau lap ingus, ups.

Pemberian makanan dan masker pun berjalan lancar. Semua senang dan gembira karena acara berjalan lancar dan tepat waktu, walaupun terlambat karena pengisi acara telat dan hujan.

Tiba saatnya berpisah. Anak-anak  dan beberapa kakak panitia mengantar kami sampai naik mobil. Entah karena tak ingin berpisah dengan saya atau dengan si Kemon, hehe ....

Setelah selesai, sesuai dengan rencana, kami jalan-jalan ke wisata Banten Lama dan mengunjungi Masjid Agung Banten. Walaupun malam hari, suasana sangat ramai dan  indah dengan lampu yang berwarna-warni. Banten lama yang dulu kumuh dengan banyaknya pengemis di sepanjang jalan, berubah bersih dan indah dengan payung mirip di Madinah.

Yup, jika teman-teman datang ke wisata Banten Lama, keratonnya memang tinggal puing, tapi Masjid Agung Banten masih berdiri tegak dan indah, museumnya juga wajib dikunjungi. Dan yang terpenting, jangan lupa mengunjungi Keraton Kaibon, ya.





21 komentar:

  1. Sudah lama juga neh, saya pengin jalan-jalan ke sini, hehehe. Menarik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditunggu ... Klo ke sini jangan lupa hubungi saya. Terima kasih atas ilmu feature dan masukannya, Kang Ali ...

      Hapus
  2. Aku baru tau mbak ada Keraton ini, setelah pandemi bolehlah jalan-jalan kesini juga. Salam buat adik-adik disana ya mbak, aku suka sama anak-anak hihihih....

    BalasHapus
  3. Saya pernah dengat tentang Keraton Kaibon ini. Cuma sudah lama banget. Baca ini jadi mengingatkan kembali dan bertambah ilmu tentang keadaannya sekarang berikut kondisi masyarakat sekitarnya. Terima kasih. Semoga si Kemon terus sehat sehingga bisa menghibur semakin banyak anak. Sukses mbak Hayatilah, barakallahu fiik.

    BalasHapus
  4. Makasih ya mba ada referensi tempat wisata bersejarah baru untuk saya. Langsung browsing!! heheehe sayang ya dihancurkan Belanda padahal sepertinya bagus loh ini situsnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, katanya bagus banget, dikelilingi sungai keratonnya. Ayo, ke sini.

      Hapus
  5. Wah, kegiatannya seru ya, saya jadi ikut senang mendengar ceritanya. Karena saya pun baru tau sama keraton ini mbak, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga baru pertama kali ke sini, padahal orang Serang, haha...

      Hapus
  6. Wah aku juga pernah ke keraton kaibon sewaktu jadi relawan. Emang bener sih mbak keadaan disana begitu dan aku kayaknya pernah wawancara salah satu penduduknya yang mata pencahariannya jadi nelayan sama apalagi ya lupa 😅

    BalasHapus
  7. Subhanallah seru banget wisata sambil mengadakan kegiatan sosial. Sedih juga ya ternyata banyak anak-anak yang kekurangan, semoga anak-anak itu bisa tumbuh sehat, bahagia, dan cerdas aminn. Sesekali ke sini kayanya seru

    BalasHapus
  8. baru tau ada tempat bernama Kroya juga di Serang, taunya di Cilacap doang >.< dah lama ga main ke tempat keraton-keratonan ah jadi pengen pergi-lagiii hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo, ditunggu. keratonnya sih tinggal pondasi, tapi masjidnya masih berdiri tegak. Ada museumnya juga.

      Hapus
  9. Mbak..aku pernah kesana pengemis banyak sekali, apa sekarang masih kah...asyik juga sebenarnya tempat bersejarah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah gak ada ... sekarang tempatnya bagus banget, kok.

      Hapus
  10. Menarik sekali mbak bisa berwisata dan juga bakti sosial dengan anak-anak Dhuafa, sangat bermanfaat. Aku jadi terinspirasi dengan cerita mbak Hayatilah ini <3

    Untuk keratonnya, sayang banget sudah dihancurkan eleh belanda, padahal cerita dibalik keraton itu untuk ibunya. Menarik mbak ceritanya, sampe sudah di google juga hehe

    BalasHapus
  11. Luar biasa, mbak. Aktivitasnya keren dan inspiratif sekali. Selalu terkesan dengan teman-teman yg bisa berbagi seperti ini

    BalasHapus
  12. Lebih terawat ya keratonnya sekarang, salut. Keren banget acaranya ya Bu, anak-anak pasti bahagia banget deh bisa mendengar dongeng seru...

    BalasHapus