Minggu, 28 Februari 2021

Debus Surosowan Banten

 


Bunyi suara kendang, gong, terompet, serta kecrek, terdengar rampak. Semua orang yang mendengar bergegas untuk menyaksikan sebuah pertunjukan yang digelar di lokasi wisata ziarah Banten, tepatnya di halaman depan reruntuhan Keraton Surosowan.


Bara api dinyalakan di tengah, pertanda dimulainya acara. Tidak seperti acara Pramuka menyalakan api unggun, tetapi lebih ke pertunjukan atraksi.

Satu orang laki-laki maju. Ia berpakaian serba hitam, mulai dari baju kampret, celana pangsi, serta ikat kepalanya. Dengan lincah ia menarikan gerakan silat Cimande seirama dengan alunan musik. Sementara pemimpin pertunjukan itu, yang disebut Syekh, sedang merapalkan doa agar semuanya berjalan lancar.  

Sampai di sini semua orang bertepuk tangan, mereka tersenyum gembira, mulai dari anak-anak, bapak-ibu, sampai kakek-nenek. 

Namun, raut muka penonton sebagian berubah tegang dan menjadi bertanya-tanya, setelah seseorang mengumumkan dengan speaker Toa di tangan.

 "Bagi yang tidak kuat, punya penyakit jantung, silakan mundur dan tidak usah menonton." 

Setelah itu, para pemain pun mulai mempersiapkan pertunjukan inti. Bapak  tadi yang bermain silat, maju ke tengah. Ia membawa satu buah kelapa yang masih utuh. Setelah itu, hanya dengan giginya, ia mengupas kulit buah kelapa tersebut. Sabut kelapa satu persatu mulai terbuka. Penonton dibuat kagum. 

Nampaknya, itu baru pembukaan yang ringan saja karena setelah itu datang seorang lelaki lain, yang juga anggota pertunjukan, memberikan sebuah bola lampu. Dengan kekuatan tangannya lampu itu dengan mudah dipecahkan.. Ajaib, tanpa rasa takut, ia memakan pecahan berupa kaca itu. Dikunyahnya seperti camilan saja. Terdengar bunyi suara kriuk layaknya makan kerupuk.

Beberapa wanita tampak merasa ngilu. Anak-anak cekikikan, ada juga yang terbengong-bengong. Adegan selanjutnya adalah pertunjukan dramatis. Banyak yang tak kuat melihatnya. Senjata tajam mulai dikeluarkan untuk mengetes ilmu kekebalan tubuh. 

Sebuah besi panjang mirip paku ditusukkan menembus kulit, layaknya menempelkan jarum pengait saja. Tidak hanya satu, kurang lebih sepuluh buah berjejer dan tertusuk di lengan.

Beberapa orang penonton dipanggil untuk mencoba menusukkan besi itu. Pemandangan yang ngeri-ngeri sedap membuat penonton puas kalau itu memang sungguhan, bukan trik sulap.

Setelah itu, sebilah golok tajam yang tergantung dipinggang dikeluarkan dari sarungnya. Lelaki itu menggores lengan kirinya dengan mata golok, lanjut mengarah ke lehernya.

"Aw!" teriak seorang perempuan berkerudung sambil menutup wajahnya. Tak kuat menyaksikan pertunjukan itu. Akan tetapi rasa penasaran membuatnya mengintip berkali-kali dari sela-sela jarinya.

Ajaibnya, tak ada satu kulit pun yang terluka, Itu hanya sebuah pertunjukan.

"Beneran tajam, gak sih? Kok gak berdarah?”

“ Bohongan kali, ya, goloknya?" Beberapa penonton tidak percaya.

"Lagi, lagi!" seru seorang anak kecil pemberani sambil menepuk tangannya. Setelah itu, tangannya ditarik sang ibu untuk pergi dari situ.

Tak semua orang berani menonton pertunjukan "Debus". Debus yang merupakan seni pertunjukan yang terkenal di Banten. Pertunjukan ini memperlihatkan permainan kekebalan tubuh.

Terkenal dengan  sebutan kota Jawara atau pendekar, Banten terletak di daerah paling barat di pulau Jawa.  Zaman dulu, pertunjukan ini dipakai sebagai untuk menyebarkan agama Islam. Debus mulai dikenal dikenal di Banten dan menjadi sebuah seni pertunjukan pada abad 16 saat Sultan Maulana Hasanudin berkuasa. Sebenarnya ada beberapa jenis Debus. Debus untuk pertunjukan dan menggabungkan silat disebut dengan Debus Surosowan. Pusatnya berada di kecamatan Walantaka, Serang.

Di masa Sultan Ageng Tirtayasa, Debus berkembang sebagai alat untuk menumbuhkan semangat rakyat Banten melawan penjajahan Belanda.

Baca: Debus Surosowan: Ritual keagamaan dan Tradisi 


Tampak seorang gadis kecil berpakain kumal datang. Ia membawa nampah berisi dagangannya berupa otak-otak ikan serta kerupuk opak. Melihat banyak orang berkumpul untuk menonton pertunjukan debus, gadis itu senang sekali. Ia merasa hari itu adalah hari keberuntungannya. Gadis kecil itu ikut menonton. Tak lupa sesekali ia menawarkan barang bawaannya. 

Tibalah Saat menyaksikan puncak pertunjukan, yaitu Almadad.  Seperti paku besar yang berujung tajam. Atasnya dipasangi kayu berukuran besar, berbentuk lingkaran. Paku itu kemudian ditempel ke bagian perut, kemudian bagian atasnya dipukul menggunakan palu besar.

"Astagfirullah!" pekik penonton.

Alunan musik semakin kencang. Beberapa orang mengabadikan pertunjukan itu dengan kamera ponselnya Di bagian belakang para pemain, tampak Syekh, pimpinan pertunjukan itu, merapalkan kalimat "Lailahaillallah, Muhammadarrasulullah" beserta doa lainnya.

Seorang bapak-bapak merasa heran. Ia adalah salah satu pengunjung tempat wisata Banten Lama. Bapak itu mendengar kabar kalau di Banten memang terkenal dengan hal berbau mistis dan sekarang ia menyaksikannya. Apakah pertunjukan ini dibantu alam ghaib? Dia mengangkat bahunya sekaligus bergidik lalu membaca ta'awudz.  

Orang yang ditusuk paku tadi ternyata tergores sedikit dan mengeluarkan darah. Namun, dengan air yang dibacakan doa oleh Syekh,lukanya langsung sembuh.

Akhirnya, pertunjukan pun telah usai. Penonton memberi tepuk tangan yang meriah. Mereka puas menyaksikan atraksi maut yang langka itu.

Tak ketinggalan anak penjual otak-otak dan opak tadi. Ia senang hari itu, tak hentinya mengucap Alhamdulillah, bersyukur karena dagangannya laris manis.

            Terdengar suara orang berselawat dari speaker menara Masjid Agung Banten. Penonton satu persatu bubar. Anggota pertunjukan Debus merapihkan peralatannya. Matahari hampir tenggelam, cahayanya berganti dengan lampu warna-warni yang menghias pelataran masjid, menyambut pengunjung yang datang untuk menunaikan salat Magrib.

14 komentar:

  1. Menarik! Nonton debus dan semacamnya (kalau di Jogja ada jathilan) kadang bikin saya ngeri, tapi penasaran. Makasih ceritanya, Mbak ^^

    BalasHapus
  2. wooww... debus. ini nih yg paling saya pengen ikut liat tapi takut waktu kecil. hihihihi.... sekarang pun mungkin harus mempersiapkan mental dulu dah sebelum liat debus... suka kebayang bayang sampe malam mau tidur mba.

    BalasHapus
  3. aku suka bacanya bu, berasa ikut terbawa suasana

    BalasHapus
  4. Saya pernah tinggal di Serang tapi nggak pernah lihat ritual ini. Pasti untuk perempuan deg2an melihat pertunjukan ini ya. Inilah kekayaan nusantara, ada berbagai adat, seni budaya yang khas di masing2 daerah.

    BalasHapus
  5. Walaupun aku sangat mendukung pertunjukan seni dan budaya, tapi aku ga pernah berani nonton pertunjukkan semacam ini mba.. rasanya ngiluuu tapi aku mendukung untuk dilestarikan niy

    BalasHapus
  6. Wah sepertinya saya pun tim yang deg deg an kalau liat adegan adegan seperti itu. Tapi saya tetap dukung karena termasuk salah salah bagian dari pelestarian seni😍

    BalasHapus
  7. Aku ngga berani nonton huhu bisa bikin mental break dance kalau aku Bu hihi...

    BalasHapus
  8. Pernah nonton yang api dan pecut dipukulkan ke badan penarinya stres diriku lihatnya...

    BalasHapus
  9. Aku juga dari kecil suka debusss, menarik banget. Golok terasa gak tajem, tapi perasaan tgriling nya itu seru hahahaha

    BalasHapus
  10. Seraaaam ya mbak.. omo aku sampe deg-degan bacanya..
    Tapi kalau sewaktu kecil dulu sih aku berani nonton yang beginian mbak, terkagum kagum pasti heheh.. duh tapi kalau sekarang merinding serem itu pakai golok

    BalasHapus
  11. aku suka cara penceritaannya, kayak benar2 ikut menonton langsung. seru ya kalau lihat langsung dehh

    BalasHapus
  12. Baca tulisan ibu ,berasa nonton langsung kegiatannya..seruuu.

    BalasHapus
  13. kayanya aku ga bakal kuat nonton ginian huhuu. aku gampang ngilu dan shock πŸ™ƒπŸ˜‚

    BalasHapus
  14. dulu saya waktu kecil klo liat ini takut..

    BalasHapus