Bunyi suara kendang,
gong, terompet, serta kecrek, terdengar rampak. Semua orang yang mendengar
bergegas untuk menyaksikan sebuah pertunjukan yang digelar di lokasi wisata
ziarah Banten, tepatnya di halaman depan reruntuhan Keraton Surosowan.
Bara api dinyalakan di tengah, pertanda dimulainya acara. Tidak seperti
acara Pramuka menyalakan api unggun, tetapi lebih ke pertunjukan atraksi.
Satu orang laki-laki maju. Ia berpakaian serba hitam, mulai dari baju
kampret, celana pangsi, serta ikat kepalanya. Dengan lincah ia menarikan
gerakan silat Cimande seirama dengan alunan musik. Sementara pemimpin
pertunjukan itu, yang disebut Syekh, sedang merapalkan doa agar semuanya
berjalan lancar.
Sampai di sini semua orang bertepuk tangan, mereka tersenyum gembira, mulai
dari anak-anak, bapak-ibu, sampai kakek-nenek.
Namun, raut muka penonton sebagian berubah tegang dan menjadi bertanya-tanya,
setelah seseorang mengumumkan dengan speaker Toa di tangan.
"Bagi yang tidak kuat, punya penyakit jantung, silakan mundur
dan tidak usah menonton."
Setelah itu, para pemain pun mulai mempersiapkan pertunjukan inti.
Bapak tadi yang bermain silat, maju ke tengah. Ia membawa satu buah
kelapa yang masih utuh. Setelah itu, hanya dengan giginya, ia mengupas kulit
buah kelapa tersebut. Sabut kelapa satu persatu mulai terbuka. Penonton dibuat
kagum.
Nampaknya, itu baru pembukaan yang ringan saja karena setelah itu datang
seorang lelaki lain, yang juga anggota pertunjukan, memberikan sebuah bola
lampu. Dengan kekuatan tangannya lampu itu dengan mudah dipecahkan..
Ajaib, tanpa rasa takut, ia memakan pecahan berupa kaca itu. Dikunyahnya
seperti camilan saja. Terdengar bunyi suara kriuk layaknya makan kerupuk.
Beberapa wanita tampak merasa ngilu. Anak-anak cekikikan, ada juga yang
terbengong-bengong. Adegan selanjutnya adalah pertunjukan dramatis. Banyak yang
tak kuat melihatnya. Senjata tajam mulai dikeluarkan untuk mengetes ilmu kekebalan
tubuh.
Sebuah besi panjang mirip paku ditusukkan menembus kulit, layaknya
menempelkan jarum pengait saja. Tidak hanya satu, kurang lebih sepuluh buah
berjejer dan tertusuk di lengan.
Beberapa orang penonton dipanggil untuk mencoba menusukkan besi itu.
Pemandangan yang ngeri-ngeri sedap membuat penonton puas kalau itu memang
sungguhan, bukan trik sulap.
Setelah itu, sebilah golok tajam yang tergantung dipinggang dikeluarkan
dari sarungnya. Lelaki itu menggores lengan kirinya dengan mata golok, lanjut
mengarah ke lehernya.
"Aw!" teriak seorang perempuan berkerudung sambil menutup
wajahnya. Tak kuat menyaksikan pertunjukan itu. Akan tetapi rasa penasaran
membuatnya mengintip berkali-kali dari sela-sela jarinya.
Ajaibnya, tak ada satu kulit pun yang terluka, Itu hanya sebuah pertunjukan.
"Beneran tajam, gak sih? Kok gak berdarah?β
β Bohongan kali, ya, goloknya?" Beberapa penonton tidak percaya.
"Lagi, lagi!" seru seorang anak kecil pemberani sambil menepuk
tangannya. Setelah itu, tangannya ditarik sang ibu untuk pergi dari situ.
Tak semua orang berani menonton pertunjukan "Debus". Debus yang
merupakan seni pertunjukan yang terkenal di Banten. Pertunjukan ini memperlihatkan
permainan kekebalan tubuh.
Terkenal dengan sebutan kota Jawara
atau pendekar, Banten terletak di daerah paling barat di pulau Jawa. Zaman dulu, pertunjukan ini dipakai sebagai
untuk menyebarkan agama Islam. Debus mulai dikenal dikenal di Banten dan
menjadi sebuah seni pertunjukan pada abad 16 saat Sultan Maulana Hasanudin
berkuasa. Sebenarnya ada beberapa jenis Debus. Debus untuk pertunjukan dan
menggabungkan silat disebut dengan Debus Surosowan. Pusatnya berada di
kecamatan Walantaka, Serang.
Di masa Sultan Ageng Tirtayasa, Debus berkembang sebagai alat untuk
menumbuhkan semangat rakyat Banten melawan penjajahan Belanda.
Baca: Debus Surosowan: Ritual keagamaan dan Tradisi
Tampak seorang gadis kecil berpakain kumal datang. Ia membawa nampah berisi
dagangannya berupa otak-otak ikan serta kerupuk opak. Melihat banyak orang
berkumpul untuk menonton pertunjukan debus, gadis itu senang sekali. Ia merasa
hari itu adalah hari keberuntungannya. Gadis kecil itu ikut menonton. Tak lupa
sesekali ia menawarkan barang bawaannya.
Tibalah Saat menyaksikan puncak pertunjukan, yaitu Almadad. Seperti paku besar yang berujung tajam.
Atasnya dipasangi kayu berukuran besar, berbentuk lingkaran. Paku itu kemudian
ditempel ke bagian perut, kemudian bagian atasnya dipukul menggunakan palu
besar.
"Astagfirullah!" pekik penonton.
Alunan musik semakin kencang. Beberapa orang mengabadikan pertunjukan itu
dengan kamera ponselnya Di bagian belakang para pemain, tampak Syekh, pimpinan
pertunjukan itu, merapalkan kalimat "Lailahaillallah,
Muhammadarrasulullah" beserta doa lainnya.
Seorang bapak-bapak merasa heran. Ia adalah salah satu pengunjung tempat
wisata Banten Lama. Bapak itu mendengar kabar kalau di Banten memang terkenal
dengan hal berbau mistis dan sekarang ia menyaksikannya. Apakah pertunjukan ini dibantu alam ghaib? Dia mengangkat bahunya
sekaligus bergidik lalu membaca ta'awudz.
Orang yang ditusuk paku tadi ternyata tergores sedikit dan mengeluarkan
darah. Namun, dengan air yang dibacakan doa oleh Syekh,lukanya langsung sembuh.
Akhirnya, pertunjukan pun telah usai. Penonton memberi tepuk tangan yang
meriah. Mereka puas menyaksikan atraksi maut yang langka itu.
Tak ketinggalan anak penjual otak-otak dan opak tadi. Ia senang hari itu,
tak hentinya mengucap Alhamdulillah, bersyukur karena dagangannya laris manis.
Terdengar
suara orang berselawat dari speaker menara Masjid Agung Banten. Penonton satu
persatu bubar. Anggota pertunjukan Debus merapihkan peralatannya. Matahari
hampir tenggelam, cahayanya berganti dengan lampu warna-warni yang menghias
pelataran masjid, menyambut pengunjung yang datang untuk menunaikan salat
Magrib.
Menarik! Nonton debus dan semacamnya (kalau di Jogja ada jathilan) kadang bikin saya ngeri, tapi penasaran. Makasih ceritanya, Mbak ^^
BalasHapuswooww... debus. ini nih yg paling saya pengen ikut liat tapi takut waktu kecil. hihihihi.... sekarang pun mungkin harus mempersiapkan mental dulu dah sebelum liat debus... suka kebayang bayang sampe malam mau tidur mba.
BalasHapusaku suka bacanya bu, berasa ikut terbawa suasana
BalasHapusSaya pernah tinggal di Serang tapi nggak pernah lihat ritual ini. Pasti untuk perempuan deg2an melihat pertunjukan ini ya. Inilah kekayaan nusantara, ada berbagai adat, seni budaya yang khas di masing2 daerah.
BalasHapusWalaupun aku sangat mendukung pertunjukan seni dan budaya, tapi aku ga pernah berani nonton pertunjukkan semacam ini mba.. rasanya ngiluuu tapi aku mendukung untuk dilestarikan niy
BalasHapusWah sepertinya saya pun tim yang deg deg an kalau liat adegan adegan seperti itu. Tapi saya tetap dukung karena termasuk salah salah bagian dari pelestarian seniπ
BalasHapusAku ngga berani nonton huhu bisa bikin mental break dance kalau aku Bu hihi...
BalasHapusPernah nonton yang api dan pecut dipukulkan ke badan penarinya stres diriku lihatnya...
BalasHapusAku juga dari kecil suka debusss, menarik banget. Golok terasa gak tajem, tapi perasaan tgriling nya itu seru hahahaha
BalasHapusSeraaaam ya mbak.. omo aku sampe deg-degan bacanya..
BalasHapusTapi kalau sewaktu kecil dulu sih aku berani nonton yang beginian mbak, terkagum kagum pasti heheh.. duh tapi kalau sekarang merinding serem itu pakai golok
aku suka cara penceritaannya, kayak benar2 ikut menonton langsung. seru ya kalau lihat langsung dehh
BalasHapusBaca tulisan ibu ,berasa nonton langsung kegiatannya..seruuu.
BalasHapuskayanya aku ga bakal kuat nonton ginian huhuu. aku gampang ngilu dan shock ππ
BalasHapus