Rabu, 03 November 2021

Rekam Jejak Digital


Di era yang serba digital, tentunya banyak perubahan yang terjadi dan kita harus mampu mengikutinya agar tak tertinggal. Salah satu contohnya adalah membuat rekam jejak digital. 

Materi itulah yang disampaikan oleh Pak Dedi Dwitagama dalam "Yuk Kelola Jejak Digital yang Baik" pada pertemuan kedua pelatihan Guru Motivator Literasi Digital 2021, Rabu, 03 Oktober 2021, dengan moderator Bu Helwiyah.

Jejak digital ini merupakan informasi yang bisa kita dapatkan, baik itu berupa tulisan, audio, video, atau pun gambar di internet. 

Mengapa jejak digital begitu penting? Mencari sesuatu sekarang ini dapat dengan mudah ditemukan di internet. Dengan adanya informasi tersebut, orang lain dapat mengaksesnya kapan pun dan di manapun, bahkan di seluruh dunia. 

Contohnya ketika saya sendiri tidak mengetahui dan mengenal siapa narasumber Pak Dedi Dwitagama, ketika googling banyak informasi beliau yang bisa didapatkan. 

Tangkapan layar google dari pencarian Dedi Dwitagana

Beliau yang ternyata seorang motivator dan guru Matematika SMKN 50 Jakarta, juga aktif di berbagai media sosial seperti Instagram, Facebook, YouTube, blog, podcast, dan sebagainya. 

Bayangkan jika kita sendiri juga membuat jejak digital yang bisa bermanfaat bagi orang lain, memberi inspirasi, bahkan bisa mengubah orang lain, tentunya pahala ini akan terus mengalir sepanjang waktu. Terlebih lagi saat kita sudah tidak ada lagi di dunia, tetapi karya atau tulisan kita tetap abadi.

Sayangnya, banyak yang tidak mengelola jejak digital tersebut dengan baik. Saat narasumber meminta peserta menuliskan tentang guru yang paling berkesan, tetapi saat mencarinya di internet, ternyata jejak digital berupa gambar atau tulisan tersebut tidak ditemukan. 

Hal tersebut bisa disebabkan berbagai macam alasan. Mulai dari malas, tidak sempat, gaptek, tidak punya kuota internet, atau takut terkena pelanggaran UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik).

Mengingat pentingnya jejak digital tersebut, tentunya kita harus mulai berbenah diri. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Jika tidak pernah mencoba, tentunya kita tidak tahu kemampuan kita sendiri serta kompetensinya tidak berkembang. Apalagi teknologi semakin canggih, semua serba mudah. Tidak ada bahasa pemrograman yang sulit, berbagai aplikasi muncul, tinggal kemauan, langsung "klik", jadi. 

Menulis pun butuh kebiasaan. Dari sedikit, lama-lama menjadi satu bab, lalu satu buku. Mulai dari tulisan postingan yang bermanfaat di media sosial, blog, lalu artikel di koran online, sampai menjadi sebuah buku digital. 

Menurut pengalaman dari Pak Dedi sendiri, beliau memberdayakan anak didiknya untuk meninggalkan jejak digital sekolahnya. Dengan membuat postingan dan "hashtag" atau tanda pagar (#) di Instagram pada mata pelajaran matematika. Sebagai bentuk apresiasi, anak didik tersebut diberi hadiah nilai.

Tentunya, yang harus diperhatikan setelah kita membuat tulisan atau karya di internet, harus dikelola dengan bijak agar aman dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak kasus pencurian data, phising atau penipuan dalam bentuk web palsu, atau mengambil gambar dan sumber tulisan secara plagiat serta melanggar hak cipta, dan lain sebagainya.

Guru adalah masa depan perubahan. Di tangan kitalah masa depan anak bangsa akan ditentukan. Dengan menjadi guru motivator literasi digital, tentunya kita menjadi contoh untuk menyebarkan rekam jejak digital dengan bijak. 

***




4 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih Bu Azizah, semoga bisa memberi inspirasi buat yang lain.

      Hapus
    2. Inimah guru menulis saya. TERBAIK. SEMOGA BERKENAN JIKA SAYA UNDANG JADI NARASUMBER BERBAGI ILMU DAN PENGALAMAN.

      Terima kasih sudah membuat resume dengan baik. Rapih dan lengkap. Semoga jadi buku

      Hapus
  2. Aamiin. Masih tetap belajar Pak Dail. Terima kasih atas komentar dan supportnya.

    BalasHapus